Siberasi.id – Masyarakat khususnya pelaku usaha hiburan dan pariwisata, baru-baru ini dibuat heboh dengan kabar kenaikan tarif pajak hiburan. Sejumlah pelaku usaha menyoroti rencana kenaikan pajak hiburan terutama yang naik hingga 40 hingga 75 persen.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon, Imam Reza Hakiki menuturkan saat ini geliat ekonomi yang belum stabil usai pandemi Covid-19.
“Termasuk pelaku usaha perhotelan, ada sejumlah biaya operasional yang naik. Jika ditambah kenaikan pajak hiburan ini jelas kami sangat keberatan,” ungkapnya, Minggu (21/1).
Menurutnya kenaikan pajak hiburan ini sebaiknya dikaji ulang dan dibandingkan dengan beberapa negara wisata lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Yang menerapkan pajak hiburan yang lebih kecil namun bisa mendatangkan banyak wisatawan.
Saat ini Kota Cirebon sendiri belum memiliki jumlah wisatawan yang tinggi. “Bahkan untuk hiburan malam sejak pandemi pengunjungnya menurun,” jelas Kiki, demikian sapaan akrabnya.
Jika pajak tetap dinaikkan, menurutnya ini akan berpengaruh pula pada investasi di Kota Cirebon. Para investor tentu akan ragu menginvestasikan dananya karena pajak yang tinggi, ditambah dengan ketidakpastian ekonomi saat ini di tengah geliat politik.
“Tahun ini masih penuh ketidakpastian dan menjadi tahun politik, jika ada kenaikan pajak ini tentu akan berpengaruh pada berbagai hal,” ungkapnya.
Menurut Kiki, saat ini yang paling penting adalah bagaimana pemerintah daerah bersinergi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
Pasalnya Cirebon hingga saat ini belum juga memiliki icon yang menjadi tujuan wisatawan layaknya Yogya yang memiliki pusat keramaian.
Kehadiran BIJB Kertajati yang digadang akan memberikan imbas cukup besar pada Cirebon pun hingga saat ini belum terasa.
Bahkan wisatawan dari Malaysia justru memilih untuk mengunjungi Bandung ketimbang Cirebon.
“Promosi pariwisata harus digenjot, Cirebon juga tidak boleh diam saja harus menghadirkan titik titik keramaian baru, sehingga pariwisata bisa menggeliat,” tukasnya. (red)