Siberasi.id – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyayangkan masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang terus berulang setiap tahun.
“Kita terus terjebak di lubang yang sama berulang kali, diskusi (soal PPDB) tidak pernah berubah,” ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan jajaran eselon satu Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, kemarin, seperti dikutip dari laman resmi DPR RI, Rabu (10/7/2024).
Fikri menuturkan, alih-alih pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan yang lebih berkeadilan, persoalan PPDB malah menimbulkan masalah setiap tahunnya. Menurutnya, masyarakat berebut masuk ke sekolah favorit karena dua alasan utama: kualitas sumber daya manusia (guru dan tenaga kependidikan) dan fasilitas serta sarana prasarana sekolah.
“Yang menjadi masalah, kami belum melihat upaya pemerataan kualitas guru, misalnya dengan menyebarkan guru terbaik ke berbagai sekolah,” ujarnya.
“Kalau tidak efektif, ya diubah (sistemnya), berarti kita tidak mampu untuk menghapus sekolah favorit.”
Selain itu, jumlah sekolah yang unggul dalam hal sarana dan prasarana juga terbatas, sehingga daya tampung muridnya sangat sedikit dibanding kebutuhan. “Dulu (2016) ada program unit sekolah baru, sekarang sudah tidak ada lagi di Kemendikbudristek. Kapan bisa terkejar kuota daya tampung murid baru?” tanyanya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa selama tujuh tahun terakhir, pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi selalu berakhir dengan banyak masalah yang terungkap di Komisi X DPR, membuktikan adanya kegagalan sistem. “Kalau tidak efektif, ya diubah (sistemnya), berarti kita tidak mampu untuk menghapus sekolah favorit,” tegas Politisi Fraksi PKS itu.
Sebagaimana diketahui, tujuan awal pemerintah mencetuskan PPDB berbasis zonasi adalah untuk menghapus sekolah favorit atau istilah kasta dalam sistem pendidikan, sehingga diharapkan tercipta kualitas pendidikan yang merata. Namun, ia menegaskan bahwa tujuan tersebut tidak selalu bisa dipaksakan karena selalu ada sekolah favorit, seperti halnya Kemendikbudristek meluncurkan SMK pusat keunggulan.
“Jangan-jangan malah SMK pusat keunggulan adalah sekolah favorit,” tutup Legislator dapil Jawa Tengah IX itu.