CIREBON – Affiati melawan. Politisi Partai Gerindra itu melaporkan DPRD Kota Cirebon ke Ombudsman perwakilan Jawa Barat.
Langkah itu ditempuh Affiati setelah DPRD menggelar rapat paripurna persetujuan penggantian dirinya sebagai ketua dewan pada 9 Februari 2022 lalu.
Affiati melalui Kuasa Hukumnya, Bayu Kresna Adhiyaksa melayangkan laporan ke Ombudsman Jabar pada 15 Februari. Tepat 6 hari pascarapat paripurna persetujuan usulan penggantian ketua DPRD.
“Kita mengajukan laporan ke Ombudsman perwakilan Jawa Barat. Ditembuskan ke Ombudsman RI, gubernur Jawa Barat dan sekda Provinsi Jawa Barat. Terlapornya lembaga DPRD,” ungkap Bayu, Sabtu (26/2/2022).
Hingga kini, Ombudsman Jabar masih melakukan verifikasi berkas laporan tersebut. Kuasa hukum Affiati menyertakan dokumen-dokumen yang terkait rapat paripurna.
“Kami menduga ada maladministrasi dari rapat paripurna tersebut,” ucap Bayu, di salah satu kedai kopi di Jalan Dipenogoro Kota Cirebon.
Ia lantas menjelaskan, rapat paripurna 9 Februari tidak didasarkan pada asas umum pemerintahan yang baik sesuai UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Termasuk tidak sesuai dengan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 30/2014 diatur bahwa setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Berikutnya, dalam Pasal 10 Ayat (1) disebutkan AUPB dimaksud ialah kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.
Rapat paripurna persetujuan pelengseran Affiati dinilai tidak memenuhi asas kepastian hukum. Sebab, Affiati saat ini masih menempuh kasasi atas gugatan terhadap SK Partai Gerindra yang menggantinya sebagai ketua DPRD.
“Rapat paripurna itu bentuk pembangkangan terhadap UU. Padahal, selain patuh terhadap PP 12/2018, juga harus patuh terhadap UU Administrasi Pemerintahan dan UU Pemerintahan Daerah,” kata Bayu. (jri)