Siberasi.id – Komisi II DPRD Kota Cirebon menyoroti menjamurnya minimarket di berbagai titik. Tercatat, saat ini sudah ada 120 toko modern berdiri di wilayah kota. Salah satu yang dianggap krusial adalah keberadaan minimarket tepat di depan Pusat Perdagangan Harjamukti (PPH).
Persoalan ini mengemuka dalam rapat kerja Komisi II DPRD bersama DKUKMPP Kota Cirebon, DPMPTSP Kota Cirebon, Perumda Pasar Berintan, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Cirebon, serta perwakilan pedagang pasar tradisional, Rabu (17/9/2025) di Griya Sawala DPRD.
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, M Handarujati Kalamullah atau Andru, meminta pemerintah daerah meninjau ulang izin usaha minimarket. Ia menegaskan, meski izin usaha bisa diperoleh melalui Online Single Submission (OSS), keberadaan minimarket tetap harus dicek dari sisi lokasi, izin lingkungan, hingga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Kami berharap, pemerintah daerah ke depan harus memiliki regulasi atau aturan ketat mengatur minimarket yang akan berdiri,” kata Andru.
Ia menambahkan, perlu pertimbangan matang terkait dampak positif maupun negatif keberadaan minimarket, sesuai dengan Permendag Nomor 23/2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Komisi II DPRD juga berencana meninjau minimarket yang diduga belum melengkapi syarat PBG.
Selain pengendalian minimarket, Andru menekankan pentingnya revitalisasi pasar tradisional. Ia menyebut jumlah pedagang pasar tradisional terus menurun, kini hanya tersisa sekitar 2.600 dari sebelumnya 6.000 pedagang. Kondisi ini kian berat karena banyak pedagang memilih berjualan di luar area pasar, sehingga pemerintah kesulitan menarik retribusi.
“Karena dapat memengaruhi situasional di dalam pasar, tentu ada perbedaan sewa. Sehingga, pemkot harus bisa mengatur regulasi terkait hal tersebut, supaya pasar tradisional bisa hidup kembali,” ujarnya.
Senada, anggota Komisi II DPRD Kota Cirebon, M Noupel menegaskan, perlunya respons cepat pemerintah daerah. Ia menilai, pedagang pasar tradisional berpotensi paling dirugikan dengan maraknya minimarket.
“Kami menerima aspirasi, sehingga akan menggoalkan rancangan pembatasan minimarket dan harus ditaati, karena jika tidak diatur sulit dikendalikan,” katanya.
Plt Dewan Pengawas Perumda Pasar Berintan, Dr H Iing Daiman menyampaikan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menutup minimarket. Namun, Perumda telah mengirimkan surat imbauan kepada pelaku usaha minimarket agar mempertimbangkan lokasi meski sudah mengantongi izin OSS.
“Di samping itu, kami juga melakukan penguatan di pasar tradisional, seperti sarana dan prasarana. Dengan adanya rapat dengar pendapat ini, setidaknya menjadi warning system, sehingga potensi social problem dapat dihindari,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua APPSI Kota Cirebon, Romy Arief Hidajat, menilai revitalisasi pasar tradisional harus segera dilakukan. Tujuannya agar pembeli merasa nyaman berbelanja dan tidak berpaling ke toko modern.
“Tentu kami berharap, rekomendasi DPRD Kota Cirebon mampu mendorong pemerintah daerah meminimalisir terjadinya konflik sosial antara pedagang pasar tradisional dan minimarket atau pedagang liar,” katanya.
Rapat tersebut juga dihadiri Wakil Ketua Komisi II DPRD Ana Susanti, serta anggota Komisi II DPRD lainnya, yakni H Karso, Een Rusmiyati, dan Dian Novitasari.

