Siberasi.id – Upaya praperadilan dari salah satu tersangka kasus dugaan korupsi riol, Lolok Tivianto, kembali kandas. Padahal praperadilan tersebut merupakan yang kedua kalinya.
Pembacaan putusan praperadilan berlangsung di ruang sidang Pengadilan Negeri Cirebon, Selasa (27/9/2022). Pihak kuasa hukum Lolok mengaku sudah memprediksi hasilnya.
“Putusan praperadilan sudah kita prediksi seperti itu (ditolak). Makanya kemarin saya bilang, saya kembalikan kepada Tuhan yang Maha Esa, tergantung hati nurani (hakim),” ungkap Kuasa Hukum Lolok, Erdi Djati Soemantri kepada sejumlah wartawan.
Kendati sudah dua kali upaya praperadilan berakhir kandas, Erdi tetap ngegas. Pihaknya akan terus melakukan upaya hukum dalam rangka mencari keadilan bagi kliennya.
“Kita akan mengajukan kembali (upaya hukum). Sepanjang ada kesalahan, kita akan ajukan kembali. Tidak akan pernah habis kita melakukan (upaya hukum), sepanjang mereka tidak berani dengan segera (menyidangkan perkara pokok),” terangnya.
Padahal, sambung Erdi, terdapat perintah Jaksa Agung terkait pelimpahan berkas ke pengadilan apabila sudah ada persidangan praperadilan dalam suatu perkara.
“Perintah Jaksa Agung sendiri begitu. Begitu praperadilan, harus dengan segera dilimpahkan untuk menjadi bagian perkara pokok. Jadi kita tunggu itu,” katanya.
Pihaknya akan menunggu sikap jaksa terkait perkara dugaan korupsi penjualan pompa air limbah atau riol. Jika tidak segera pelimpahan berkas untuk persidangan, maka Erdi akan kembali menempuh langkah hukum.
“Kalau besok atau lusa tidak dilakukan pelimpahan ke Pengadilan Negeri Bandung atau Pengadilan Tipikor, kita akan lakukan langkah hukum kembali dengan fakta-fakta hukum baru,” kata Erdi.
“Jadi, kita tidak akan pernah mundur dari sini. Tidak akan pernah menyerah,” tegasnya.
Sebagai informasi, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menahan Lolok sebagai satu dari empat tersangka kasus dugaan korupsi penjualan riol pada Mei 2022 lalu. Namun hingga kini, kasus tersebut belum juga naik ke meja persidangan.
Lolok merupakan Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) pada Badan Keuangan Daerah Kota Cirebon. Dalam keterangannya, Kejari Kota Cirebon menyebutkan kerugian keuangan negara akibat kasus itu sekitar Rp510 juta. (jri)