Siberasi.id – Pencegahan dan penanganan kasus gagal tumbuh pada anak atau stunting perlu kolaborasi para pihak. Penurunan jumlah kasus stunting di Kota Cirebon harus menjadi agenda bersama.
Oleh karena itu, Wakil Walikota Cirebon, Eti Herawati menyebutkan, salah satu strategi kolaborasi untuk menekan jumlah kasus stunting secara efektif ialah dengan kolaborasi pentahelix.
Dalam skema kolaborasi pentahelix, setidaknya ada lima unsur yang dapat saling berkaitan yakni unsur pemerintah, akademisi, swasta, masyarakat, dan media.
“Sudah menjadi kewajaran dan keharusan agar semua pihak berkontribusi dalam upaya penurunan stunting di Kota Cirebon,” ungkap Eti saat menghadiri Diseminasi dan Rencana Tindak Lanjut Audit Kasus Stunting ke-1 Kota Cirebon tahun 2022, Senin (24/10/2022), di Hotel MD 7 Jalan Siliwangi Kota Cirebon.
Eti menyebutkan, pencegahan dan penanganan stunting menjadi bagian agenda pembangunan nasional. Pemerintah menargetkan dapat menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Kota Cirebon memiliki prevalensi sebesar 30,6 persen. Sehingga perlu berbagai upaya yang tidak biasa dan pelibatan berbagai sumber daya untuk menurunkan prevalensi stunting.
Pihaknya berharap, seluruh elemen di Kota Cirebon juga mengawal dan memastikan realisasi kegiatan rencana tindak lanjut agar sesuai target. Kegiatan ini juga merupakan model konvergensi Kota Cirebon dalam penurunan jumlah kasus stunting.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) Kota Cirebon, Suwarso Budi Winarno mengatakan, audit kasus stunting saat ini masih pada tahap progres internal.
Namun yang jelas ada perbaikan dan penurunan angka stunting, meski secara pasti angkanya belum bisa diketahui. “Hasil dari diseminasi ini berupa rekomendasi tindak lanjut melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, baik perangkat daerah, lembaga masyarakat maupun swasta,” kata Budi.
Dalam audit tersebut, ada 14 anak yang menjadi sampel untuk dilakukan skrining dan pendampingan oleh tim teknis dan tim pakar. Sedangkan keluarga dan pihak kelurahan menjadi wakil untuk pendampingan kondisi yang ril.
“Anak yang menjadi sampel itu merupakan warga dari lima kecamatan dan empat kelurahan,” katanya. Yang memilih mereka ialah tim teknis dengan penilaian perlu penanganan intensif dari tim pakar yang terdiri dari dokter spesialis anak, gizi, dan lainnya.
Setelah dari tim pakar, lanjut Budi, akan ada peninjauan lapangan, kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut dari tim pakar. “Ini berkaitan dengan psikologis, kesiapan keluarga untuk memiliki anak, kesehatan dan faktor pola asuh,” katanya. (jri)