Siberasi.id — Kondisi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Farmasi Ciremai Kota Cirebon kini semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya gagal menyumbang pendapatan asli daerah (PAD), perusahaan milik daerah ini juga kesulitan menjalankan operasional secara mandiri.
Menanggapi hal tersebut, Komisi II DPRD Kota Cirebon mendesak Pemerintah Kota Cirebon untuk segera mengambil langkah strategis guna menyelamatkan keberlangsungan Perumda Farmasi, yang sejatinya berperan sebagai penyedia layanan kesehatan publik.
“Bahkan untuk menutup biaya operasional, perusahaan terpaksa meminjam uang dengan jaminan SK direksi dan pegawai. Ini sudah menjadi tanda bahaya,” ujar Ketua Komisi II, M. Handarujati Kalamullah (23/7/2025).
Andru, sapaan akrabnya, menilai lemahnya permodalan dan belum dimilikinya izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) menjadi hambatan besar. Tanpa legalitas tersebut, perusahaan tidak bisa mendistribusikan obat dan alat kesehatan sesuai ketentuan industri farmasi.
Andru menekankan, perlu ada intervensi nyata dari pemerintah kota, baik berupa penyertaan modal, dukungan regulasi, maupun kerja sama strategis dengan pihak-pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati.
“Kita dorong ada kerja sama langsung antara Perumda dan RS Gunung Jati, atau memaksimalkan Klinik Pratama dan Klinik Utama. Jangan sampai BUMD ini mati perlahan,” tegasnya.
Komisi II juga mendesak manajemen untuk menyusun roadmap pembenahan menyeluruh, termasuk membuka peluang kemitraan dengan pihak ketiga agar operasional bisa kembali sehat secara bertahap.
Anggota Komisi II DPRD, Anton Octavianto menambahkan, sektor kesehatan adalah lini usaha potensial yang seharusnya bisa menopang PAD. Namun, lemahnya dukungan kebijakan dan permodalan membuat potensi tersebut tidak termanfaatkan.
“Tata kelola sudah mulai membaik, tapi kalau Pemkot tidak total bantu, hasilnya tidak akan terlihat. Jangan hanya setengah hati,” ungkapnya.
Direktur Perumda Farmasi Ciremai, Emirzal Hamdani menjelaskan, dari lima unit usaha, hanya apotek yang masih berjalan secara stabil. Unit lainnya, seperti Laboratorium, Klinik Pratama Ciremai, Klinik Utama Mataqu, dan PBF PAK, belum bisa beroperasi maksimal akibat kendala perizinan, kebijakan BPJS, dan terbatasnya SDM serta anggaran.
“Dokter yang aktif saat ini hanya lima orang dari berbagai spesialisasi. Tapi karena keterbatasan modal dan ketentuan BPJS, banyak layanan yang belum bisa dikembangkan,” ungkap Emirzal.
Ia berharap pemerintah kota segera memberikan dukungan konkret, baik secara kebijakan maupun pembiayaan, agar upaya penyehatan Perumda tidak tersendat.
“Kita butuh dukungan penuh agar Perumda ini bisa bangkit kembali dan menjalankan fungsinya sebagai penyedia layanan farmasi publik,” tutupnya.