Siberasi.id – Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan menggelar diskusi dan bedah buku Inovasi Pengawas Pemilu 2024 karya Lolly Suhenty, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI (2022-2027). Acara ini berlangsung di Himalayan Café, Rabu (29/1/2025), dengan menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang.
Sejumlah tokoh yang turut serta dalam diskusi ini antara lain Komisioner Bawaslu Kabupaten Cirebon 2023-2028, Maryam Hito, SH, Komisioner Bawaslu Kota Cirebon 2023-2028 Nurul Fajri SPdI MIKom, Koalisi Perempuan Indonesia Nurlaeli SHum dan WCC Mawar Balqis Sa’adah SPd.
Diskusi ini mengusung format yang unik dengan dua sesi utama. Sesi pertama diawali dengan membaca bersama selama 20 menit, yang kemudian diulas dan dipresentasikan oleh peserta diskusi. Sesi kedua merupakan pengantar dari perwakilan Bawaslu Kota dan Kabupaten Cirebon, dilanjutkan dengan diskusi interaktif.
Dalam pengantarnya, Maryam Hito menyatakan, buku Inovasi Pengawas Pemilu 2024 menjadi kontribusi penting dalam membangun sistem pengawasan pemilu yang lebih kuat dan partisipatif.
“Peluncuran buku ini menjadi momentum yang tepat di tahun 2024 untuk menganalisis pengalaman pengawasan pemilu sebelumnya dan merancang strategi yang lebih efektif menuju Pemilu 2029. Proses menanam dilakukan sekarang, agar kita bisa memastikan demokrasi berjalan lebih baik pada pemilihan mendatang,” ujarnya.
Maryam menegaskan bahwa penguatan pengawasan pemilu tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi membutuhkan perencanaan matang, inovasi, serta keterlibatan berbagai elemen masyarakat.
Lebih lanjut, Maryam menyampaikan, pemilu yang transparan dan berintegritas tidak hanya bergantung pada penyelenggara, tetapi juga partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi setiap tahapan pemilihan.
“Inovasi dalam pengawasan pemilu harus merespons dinamika politik dan sosial yang terus berkembang. Pemilu 2024 memberikan banyak pembelajaran yang bisa menjadi landasan untuk menciptakan pemilu yang lebih inklusif, adil, dan akuntabel di 2029,” katanya.
Sebagai bentuk refleksi, ia mengutip pemikiran Imam Syafi’i, “Ilmu itu seperti hewan buruan, maka tulisan adalah tali pengikatnya.” Menurutnya, pengawasan pemilu tidak hanya bergantung pada praktik di lapangan, tetapi juga membutuhkan dokumentasi, kajian, dan refleksi tertulis.
Kompleksitas Pemilu di Indonesia Jadi Sorotan
Dalam diskusi, Nurul Fajri menyoroti, setiap pemilu di Indonesia selalu menyisakan catatan penting, baik dalam kelebihan maupun kekurangannya.
“Tugas kita adalah bagaimana ke depan bisa menjadi bagian dari ikhtiar mematangkan demokrasi. Tidak banyak negara yang mampu menyelenggarakan pemilu langsung di lebih dari 500 daerah dan 37 provinsi secara bersamaan seperti Indonesia,” tuturnya.
Fajri menegaskan, demokrasi bukan sekadar siklus elektoral lima tahunan, melainkan upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan sistem pemilu yang lebih inklusif, adil, dan transparan.
Sedangkan, Nurlaeli, dalam ulasannya, menyoroti aspek regulasi dan payung hukum terkait pengawasan pemilu. Sementara itu, Sa’adah dari WCC Mawar Balqis menekankan pentingnya peran Bawaslu dalam mewujudkan pemilu yang adil gender, serta membangun ekosistem nir-kekerasan berbasis gender melalui konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat.
Diskusi ini memberikan ruang refleksi bagi para peserta dalam memahami tantangan dan peluang pengawasan pemilu ke depan, sekaligus memperkuat komitmen bersama dalam menciptakan demokrasi yang lebih partisipatif.