CIREBON – Harga minyak goreng di pasaran masih terlampau panas. Bahkan pasokan pun masih tergolong terbatas. Kondisi itu terjadi pula di Cirebon dan Indramayu.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron usai monitoring ke Pasar Jatibarang Indramayu dan Pasar Pagi Kota Cirebon, Jumat (12/2/2022).
“Fakta bahwa minyak goreng di pasaran langka dan kalaupun ada harganya mahal itu iya,” ungkap politisi Partai Demokrat dari Dapil VIII Jawa Barat (Cirebon-Indramayu) itu kepada sejumlah wartawan, di Pasar Pagi Kota Cirebon.
Politisi yang akrab disapa Hero itu menambahkan, Komisi VI DPR dan Kementerian Perdagangan telah berkali-kali rapat kerja guna membahas upaya menurunkan harga minyak di pasaran.
“Karena pemicu utamanya adalah harga internasional. Baik itu CPO (minyak sawit mentah, red) maupun minyak goreng di internasional itu sedang tinggi. Sehingga memacu harga di dalam negeri naik pula,” ujarnya.
Namun demikian, Hero menilai, mestinya pemerintah punya diskresi untuk tidak melulu ikut harga dunia. Terlebih Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah di dunia.
“Kita produksinya 50 juta (ton), kebutuhan kita 17 juta (ton). Mestinya kita bisa penuhi kebutuhan dalam negeri. Apalagi semua perkebunan yang dipakai itu HGU. Artinya tanah negara yang diusahakan oleh pihak lain,” tuturnya.
Atas dasar itu, sambung Hero, mestinya pada situasi tertentu pemerintah memiliki kebijakan afirmasi. Sehingga ketika harga minyak goreng naik karena harga internasional, pemerintah bisa menurunkan untuk dijual ke masyatakat.
“Apakah bisa ditekan? Bisa. Asalkan seluruh pengusaha di dalam negeri yang berkecimpung di minyak goreng memiliki pemikiran dan konsep yang sama, yaitu memberikan harga yang terjangkau,” kata Hero.
Selain pentingnya pengendalian harga, menurut Hero, kepastian ketersediaan produk juga mesti dijaga oleh pemerintah. Sehingga jangan sampai harganya terjangkau, tapi barangnya langka.
“Tadi saya ke Pasar Jatibarang, hanya tersedia 10 persen dari kebutuhan normal. Di sini juga tersedia, tapi harganya tidak terjangkau oleh masyarakat. Sehingga daya beli masyarakat juga menurun dan pedagang tidak memiliki keuntungan yang cukup,” terangnya.
Mendapati kondisi perdagangan minyak goreng di pasaran, Hero langsung berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan dan dirjen terkait di Kementerian Perdagangan via telepon. Pihaknya merencanakan untuk menggelar operasi pasar.
“Dengan acuan harga di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/2021. Yaitu harga eceran tertinggi minyak curah itu Rp11.500/liter, harga kemasan sederhana Rp13.000/liter, harga kemasan modern Rp14.000/liter. Di pasaran sekarang, faktanya lebih tinggi dari itu,” katanya.
Sementara itu, salah seorang pedagang sembako di Pasar Pagi, Rokayah mengaku terpaksa menjual harga minyak goreng di atas rata-rata harga biasanya. Selain karena sulit mendapatkan pasokan minyak goreng, kalaupun ada harganya tinggi.
“Kita mau bagaimana lagi pak? Harga belanjanya memang lagi tinggi dan itupun tidak banyak stoknya. Jadi kita jual juga dengan harga tinggi,” kata Rokayah saat berbincang dengan Hero. (jri)