CIREBON – Fraksi Gerindra DPRD Kota Cirebon berkeyakinan bahwa rapat paripurna besok (9/2/2022) untuk pengusulan penggantian Affiati sebagai ketua DPRD sudah sesuai aturan.
Sekretaris Fraksi Gerindra, Fitrah Malik optimistis rapat paripurna itu tidak mengandung persoalan. Partai Gerindra telah memutuskan mengganti Affiati dengan Ruri Tri Lesmana pada jabatan ketua DPRD.
Rapat paripurna besok, dijelaskan Fitrah, sudah sesuai dengan Peraturan DPRD Kota Cirebon Nomor 1/2021 tentang Tata Tertib DPRD, dan Peraturan Pemerintah Nomor 12/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik.
“Insya Allah kami tidak ada keraguan untuk melaksanakan paripurna. Terlebih sudah ada pandangan tim pakar yang menyatakan tidak ada penghalang yuridis untuk paripurna dilaksanakan,” ungkap Fitrah dalam keterangannya, Selasa (8/2/2022).
Menurut Fitrah, jika Affiati ingin menggugat rapat paripurna DPRD, hal itu adalah haknya sebagai warga negara. Pihaknya menghormati hak tersebut.
“Karena pengadilan dilarang menolak gugatan seseorang. Sekalipun hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Tetapi kami meyakini bahwa belum tentu juga gugatan itu dapat diterima,” tuturnya.
Seperti halnya, sambung Fitrah, gugatan Affiati atas SK DPP Partai Gerindra sebelumnya ke Pengadilan Jakarta Selatan juga tidak dapat diterima. Bahkan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
Gugatan tidak dapat diterima, masih kata Fitrah, artinya gugatan tersebut belum masuk pada pokok perkara, karena prematur atau gugatan yang mengandung cacat formil.
“Sehingga gugatan belum dapat diajukan ke pengadilan. Hal ini kami maknai sama saja belum ada gugatan,” kata Fitrah.
Mengenai upaya kasasi yang sedang dilakukan Affiati, menurut Fitrah, memang diatur di dalam UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik. Namun Fraksi Gerindra punya pandangan lain.
“Tetapi kami menilai ini adalah bagian dari strategi Affiati agar proses ini makin panjang,” katanya.
Apalagi Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4/2016, yang intinya perselisihan partai politik sepenuhnya menjadi kewenangan mahkamah partai politik atau sejenisnya, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2/2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik. (jri)