CIREBON – Komisi III DPRD Kota Cirebon mendorong optimalisasi pelayanan kesehatan terhadap orang dengan AIDS (ODHA) di Klinik Seroja RSD Gunung Jati. Saat ini ruangan pelayanan di Klinik Seroja dianggap kurang ideal bagi ODHA.
Hal tersebut terungkap saat Komisi III DPRD melaksanakan rapat dengar pendapat bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon, LSM, dan RSD Gunung Jati untuk membahas peningkatan pelayanan bagi ODHA di Klinik Seroja, Senin (15/3), di Griya Sawala gedung DPRD.
Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, dr Tresnawaty menyampaikan, saat ini ada empat fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani ODHA, yakni Klinik Seroja RSD Gunung Jati, RS Ciremai, Puskesmas Larangan, dan Puskesmas Gunung Sari. Dari empat pelayanan kesehatan itu, Klinik Seroja RSD Gunung Jati menjadi rujukan utama bagi pengobatan ODHA.
“Alangkah baiknya ruang pelayanan, yakni ruang tunggu dan konseling di Klinik Seroja itu ideal. Selama ini ruangan konseling di sana tidak kedap suara. Teman-teman KPA dan LSM menginginkan yang kedap suara,” kata Tresnawaty seusai rapat.
Tresnawaty mengatakan, untuk merelokasi Klinik Seroja agar ideal bagi ODHA memang membutuhkan waktu. Terlebih lagi, saat ini RSD Gunung Jati fokus menangani COVID-19. Namun, lanjut Tresnawaty, minimalnya RSD Gunung Jati bisa membuat ruang konseling bagi ODHA yang kedap suara, dan ruang tunggu yang tertutup.
“Direktur (RSD Gunung Jati) tadi menyanggupi. Ini penting untuk dilakukan. Tentunya menjaga semangat teman-teman relawan, membantu ODHA agar nyaman saat konseling. Prinsipnya, pelayanan untuk ODHA harus dioptimalkan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris KPA Kota Cirebon, Sri Maryati mengatakan, saat ini pihaknya menangani 1.639 ODHA. Ia menyebutkan, sepanjang 2020 KPA dan LSM menemukan 324 kasus baru.
“Mengapa banyak ditemukan ODHA baru? Karena teman-teman bekerja, mereka menemukan populasi kunci. Dari 2011 hingga 2020 itu, tertinggi tahun 2020 yaitu 324 kasus baru. Tahun 2019 ada 189 kasus baru. Kemudian 2018 ada 65 kasus baru, dan tahun sebelumnya rata-rata di angka seratusan. Kemudian terendah pada 2011 dan 2012, yakni 35 dan 32 kasus baru,” terang Sri Maryati.
Sri Maryati berharap Pemkot Cirebon dan RSD Gunung Jati merelokasi Klinik Seroja agar pelayanan pengobatan bagi ODHA bisa optimal. Menurut Sri Maryati, sejumlah ODHA mengeluhkan pelayanan ruang tunggu yang tak tertutup, dan ruang konseling yang tak kedap suara.
“Klinik yang saat ini ada belum dianggap representatif. Padahal, menjadi rujukan semua rumah sakit yang ada. Ya ruangan konseling harusnya kedap suara, kemudian ruang tunggu yang tertutup. Ini yang penting, minimalnya bisa menuju ideal,” paparnya.
Di tempat yang sama, Direktur RSD Gunung Jati Cirebon, dr Ismail Jamaludin mengatakan, relokasi Klinik Seroja sejatinya masuk dalam master plan gedung baru RSD Gunung Jati. Namun, lanjut Ismail, karena adanya refocusing anggaran belanja, relokasi sejumlah ruangan, termasuk Klinik Seroja tak bisa dilakukan pada tahun ini.
“Gedung baru ini hanya lantai satu yang bisa digunakan untuk IGD, baru lantai satu yang komplit fasilitasnya. Sisanya belum siap karena alat-alat tidak mendukung. Tapi ke depan kita akan relokasi Klinik Seroja,” kata Ismail.
Ismail mengatakan, untuk saat ini yang bisa dilakukan adalah merenovasi ruang tunggu dan konseling. Rencananya, lanjut Ismail, pihaknya akan menggunakan material Glass-fibre Reinforced Concrete (GRC) untuk membuat ruang konseling Klinik Seroja kedap suara. (jri)