CIREBON – Rencana hibah lahan seluas 10.300 meter persegi di kawasan Bima dari Pemkot Cirebon ke Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati (YPSGJ) masih menggantung di DPRD Kota Cirebon. Rencana rapat paripurna DPRD pengambilan keputusan pada Kamis pekan kemarin tiba-tiba batal digelar.
Atas kondisi tersebut, praktisi hukum Furqon Nurzaman SH ikut berpendapat. Ia mengatakan, hibah barang milik negara (BMN) atau barang milik daerah (BMD) dapat dilakukan kepada pihak lain, dengan dasar ketentuan Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sebagaimana yang telah diubah dengan PP Nomor 28/2020 dan Perda Kota Cirebon Nomor 12/2017 Pasal 77 ayat (2).
Furqon menilai, YPSGJ sebagai perguruan tinggi swasta non komersil. Sehingga memenuhi syarat untuk mendapatkan hibah. Terlebih lagi, hibah digunakan untuk pengembangan sarana pendidikan, yaitu RS Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat (1) PP Nomor 27/ 2014 jo PP Nomor 28/2020.
Mengenai ketentuan tidak diperbolehkannya hibah atas tanah kawasan Stadion Bima sebagaimana didasarkan pada diktum empat dalam SK Menteri Keuangan Nomor 247/KM.6/2019, Furqon membeberkan, bahwa SK tersebut tidak sejalan dengan aturan yang lebih tinggi.
“SK itu tentu tidak sejalan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu PP Nomor 27 tahun 2014 jo PP Nomor 28/2020 yang mengatur tentang diperbolehkannya hibah. Oleh karena itu, SK Menkeu tidak boleh memuat norma baru (larangan hibah),” ungkap Furqon dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/3).
Pendiri FN Law Office itu juga menyoroti terkait konsultasi yang dilakukan Pansus Hibah DPRD ke Kemenkeu pada beberapa waktu lalu. Furqon menyebutkan, berdasarkan informasi, pansus tidak menyinggung terkait kesesuaian SK Menkeu Nomor 247/KM.6/2019 dengan PP Nomor 27/2014 jo PP Nomor 28/2020.
“Pansus menanyakan tidak? Informasinya tidak. Sehingga Kemenkeu belum pernah menyatakan pendapatnya tentang hal ini. Semestinya ketua pansus melakukan kajian terhadap hal ini sebagai orisinalitas berpikir, sehingga tidak hanya mengekor, tanpa mau menelaah lebih dalam,” tutur Furqon.
Di sisi lain, dia juga mengemukakan, berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayat (3) huruf d pada PP Nomor 27/2014 jo PP Nomor 28/2020 dan Perda Nomor 12/2017 Pasal 79 ayat (2) huruf d, Pasal 85 ayat (1), dan ayat (2) huruf g, permohonan hibah YPSGJ kepada Pemkot Cirebon untuk kepentingan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan.
“Permohonan hibah itu masuk ke dalam kategori kepentingan umum yang dikecualikan terhadap adanya persetujuan DPRD. Dengan demikian, DPRD Kota Cirebon tidak memiliki kewenangan untuk memberi atau menolak persetujuan permohonan hibah tersebut,” jelasnya.
Furqon menilai, langkah tepat yang mestinya dilakukan DPRD adalah memutuskan permohonan persetujuan hibah Pemkot Cirebon dengan cara memberikan dukungan terhadap pemberian hibah tersebut. Pendapatnya disampaikan dengan kapasitas pribadi sebagai praktisi hukum. Terlepas dari jabatannya sebagai sekretaris pribadi Walikota Cirebon, Drs H Nashrudin Azis SH.
“Dengan merekomendasikan kepada pemkot untuk dapat mengusulkan kepada Menkeu, perubahan diktum empat pada SK Menkeu Nomor 247/KM.6/2019, dalam rangka menerapkan azas-azas pemerintahan yang baik, yaitu clear and clean,” katanya.
Di lain pihak, DPRD Kota Cirebon sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait pembatalan rapat paripurna dengan agenda pegambilan keputusan terkait rencana hibah tersebut. (red)