Siberasi.id – Bola panas kasus dugaan korupsi riol menggelinding hingga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon sudah ada menetapkan dan menahan empat tersangka dalam kasus yang menghebohkan Kota Cirebon itu.
Bahkan saat ini satu dari empat tersangka, Lolok Tivianto tengah menjalani persidangan praperadilan. Kabarnya, pembacaan putusan praperadilan akan berlangsung besok, 27 September 2022. Upaya praperadilan ini jadi yang kedua bagi Lolok, setelah yang pertama kandas.
Lolok sebelum menjalani masa penahanan oleh Kejari Kota Cirebon, merupakan Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) pada Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Cirebon.
Kuasa Hukum Lolok, Erdi Djati Soemantri mengatakan, pihaknya telah melapor ke KPK dan Komisi III DPR RI terkait perkara yang menimpa kliennya. Saat ini pihaknya tengah melengkapi dokumen pelaporan tersebut.
“Kami berani melaporkan ke KPK dan Komisi III DPR RI, agar ditindaklanjuti. Kami sedang menunggu ketua Komisi III dari luar negeri, kita juga akan coba lengkapi dokumennya, termasuk ke KPK,” ungkap Erdi dalam sesi jumpa pers di kawasan Jalan Wahidin Kota Cirebon, Senin (26/9/2022).
Menurut Erdi, proses penegakan hukum dalam perkara dugaan korupsi penjualan aset eks pompa air limbah atau riol, terindikasi terjadi illegal corruption. Ada indikasi kepentingan lain di balik penegakan hukum.
“Apa yang dilaksanakan sekarang, saya melihatnya ini sebagai suatu bentuk illegal corruption. Seharusnya aturan yang diterapkan itu aturan a, tapi coba disimpangi dengan maksud-maksud tertentu,” tuturnya.
Erdi menilai, illegal corruption lebih jahat daripada perilaku korupsi itu sendiri. “Ada kepentingan politik, ada kepentingan tertentu yang penguasa, itu yang termasuk kategori illegal corruption, yang lebih mengerikan daripada korupsi biasa,” katanya.
Pihaknya sejauh ini masih mempertanyakan bukti yang menjadi pijakan penetapan tersangka pada Lolok. Sebab, berdasarkan bukti-bukti, Erdi menyebutkan, kliennya tak terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
“Kami melaporkan, apa kesalahan klien kami? Kalau klien kami melakukan korupsi, silakan munculkan kerugian negaranya. Kami mempertanyakan kerugian Rp510 juta itu dari mana? Mana buktinya?” katanya. (jri)