CIREBON – Polemik penggantian Ketua DPRD Kota Cirebon, Affiati, belum usai. Kendati DPRD Kota Cirebon telah menyetujui usulan penggantian tersebut melalui rapat paripurna pada 9 Februari lalu.
Rapat paripurna itu dinilai tidak mematuhi asas pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Pada Pasal 8 Ayat (2) di dalam UU tersebut dijelaskan, bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Selanjutnya, pada Pasal 9 Ayat (1) diatur bahwa setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Lantas, apa saja AUPB yang diatur dalam UU Nomor 30/2014? Dalam Pasal 10 Ayat (1) disebutkan AUPB dimaksud ialah kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.
“Rapat paripurna belum memenuhi asas kepastian hukum, karena pihak yang (diusulkan) diberhentikan, dalam hal ini ketua DPRD, masih menempuh upaya hukum kasasi ke MA,” ungkap Praktisi Hukum, DR Cecep Suhardiman SH MH, Minggu (13/2/2022).
Cecep menambahkan, belum ada alasan hukum yang bisa dijadikan dasar pemberhentian ketua DPRD. Sebab, Affiati masih menempuh kasasi dalam gugatan terhadap keputusan Partai Gerindra yang menggantinya dari kursi ketua DPRD.
Hingga saat ini, kasasinya masih berproses. Belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Jadi kalau ingin menenuhi asas kepastian hukum ya harus menunggu keputusan berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Oleh karena rapat paripurna persetujuan penggantian ketua DPRD tidak memenuhi asas AUPB, menurut Cecep, keputusan rapat paripurna tersebut masih belum bisa dijadikan dasar pemberhentian ketua DPRD.
“Sehingga secara yuridis ketua DPRD masih Bu Affiati sampai adanya SK gubernur yang memberhentikannya dari ketua DPRD,” kata mantan anggota DPRD Kota Cirebon periode 2009-2014 itu.
Selain itu, Cecep berpandangan, semua kegiatan DPRD yang mengatasnamakan ketua DPRD tapi ditandatangani bukan oleh Affiati maka tidak sah.
“Jadi, apapun kegiatan DPRD yang mengatasnamakan ketua DPRD, selain ditandatangani Bu Affiati ya tidak sah,” katanya.
Kendati rapat paripurna persetujuan penggantian Affiati sebagai ketua DPRD telah dilangsungkan, namun justru menyisakan kegamangan sejumlah pihak terkait.
Sekretariat DPRD diketahui berkonsultasi ke Inspektorat Daerah Kota Cirebon melalui surat pada 7 Februari atau dua hari sebelum rapat paripurna 9 Februari.
Inspektorat membalas surat konsultasi tersebut pada 10 Februari. Dalam penjelasannya, Inspektorat menegaskan, bahwa hak dan kewajiban Pimpinan DPRD masih melekat sebelum gubernur meresmikan pemberhentiannya, selama tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
“(Surat balasan konsultasi) sudah disampaikan. Silakan dicek di setwan (sekretariat dewan, red),” kata Inspektur Daerah, Asep Gina Muharam saat dikonfirmasi.
Kegamangan juga dirasakan sejumlah anggota dewan. Terutama terkait surat perintah perjalanan dinas (SPPD) untuk kunjungan kerja (kunker), apakah bisa ditandatangani oleh selain Affiati? Tidak terkecuali dengan rapat-rapat kerja kedinasan DPRD dan penggunaan anggarannya. (jri)