CIREBON – Tim kuasa hukum Affiati menebar surat ke sejumlah pihak. Isinya mengenai penjelasan perkara yang tengah berjalan terkait penggantian kliennya sebagai ketua DPRD Kota Cirebon.
Mereka juga meminta agar DPRD tidak menggelar rapat paripurna pengusulan penggantian ketua DPRD. Surat tersebut dilayangkan kepada pimpinan DPRD, sekretaris DPRD, walikota Cirebon, sekda Kota Cirebon, Pemprov Jawa Barat, gubernur, wakil gubernur, dan sekda Jabar.
“Kami sampaikan, memohon untuk tidak digelar rapat paripurna. Selain menghormati hak-hak klien kami, juga sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan,” kata Kuasa Hukum Affiati, Bayu Kresnha Adhiyaksa, Selasa (8/2/2022), di salah satu kedai kopi di Jalan Diponegoro.
Menurutnya, jika DPRD memaksakan menggelar rapat paripurna penggantian Affiati pada Rabu (9/2/2022), maka hal itu merupakan perbuatan melawan hukum dan maladministrasi. DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, mestinya taat asas dan peraturan perundang-undangan.
“Harusnya DPRD lebih berhati-hati. Persoalan ini belum selesai karena masih sedang berperkara, belum inkrah. Jelas kalau rapat paripurna digelar, ini mengandung konsekuensi hukum. Apalagi kalau ternyata pengadilan menyatakan SK penggantian klien kami tidak legal,” tuturnya.
Di dalam surat tersebut, kata Bayu, disampaikan pula bahwa proses sengketa tidak hanya di pengadilan. Pihaknya juga sudah masukkan keberatan ke mahkamah partai atau Majelis Kehormatan Partai Gerindra tertanggal 2 Februari 2022.
“Sudah diterima, tinggal kita menunggu panggilan. Majelis Kehormatan punya waktu 60 hari untuk melaksanakan. Jika tidak ditindaklanjuti, bisa diteruskan ke pengadilan untuk gugatan,” kata dia.
Selain itu, hasil rapat paripurna juga berpotensi menjadi objek gugatan. Bahkan, setelah rapat paripurna, ketika tugas ketua DPRD dijalankan oleh pelaksana tugas, maka beberapa hal terkait administrasi di DPRD memunculkan potensi persoalan.
“Karena kami berkeyakinan, Pemprov Jabar akan menunggu perkara gugatan klien kami berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Artinya, tidak bisa diproses sebelum ada inkrah. Pemprov sudah memberitahu itu, tapi DPRD tetap memaksakan,” katanya. (jri)