Siberasi.id – Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) Kota Cirebon meluncurkan Sekolah Lapang Pertanian (SLP) sebagai bagian dari proyek pengembangan pertanian organik di daerah tersebut. Program ini bertujuan untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kepala DKPPP Kota Cirebon, Elmi Masruroh mengatakan, program ini menjadi langkah awal dalam mewujudkan pertanian organik di Kota Cirebon.
“Untuk tahap awal, ada dua kelompok tani (Poktan) yang menjadi pilot project, yaitu Sirandu dan Sipadu di Pegambiran. Keduanya sudah siap menjalankan pertanian organik,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (3/2/2025).
Total luas lahan yang digunakan dalam proyek percontohan ini mencapai 8 hektare.
Elmi menjelaskan, budidaya pertanian organik telah menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bahkan telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) terkait.
Untuk mendukung keberhasilan program ini, para petani akan didampingi oleh Poktan Sri Makmur dari Indramayu, yang telah berpengalaman dalam pertanian organik dan merupakan binaan Bank Indonesia.
“Poktan Sri Makmur sudah menerapkan pertanian organik dan rutin berpartisipasi dalam Gerakan Pangan Murah (GPM) dengan menjual beras organik,” jelasnya.
Ke depan, kata Elmi, hasil panen dari pertanian organik di Kota Cirebon akan diserap oleh Poktan Sri Makmur untuk kemudian dijual melalui program GPM.
“Penerapan pertanian organik akan dimulai pada musim tanam tahun ini. Para petani telah menerima pupuk organik dan mulai mempersiapkan penyemaian,” paparnya.
Di Kota Cirebon sendiri terdapat sekitar 15 kelompok tani dengan total luas lahan 111 hektare. Namun, untuk tahap awal, hanya 2 kelompok tani yang menjadi percontohan dengan luas 8 hektare.
“Jika hasilnya bagus, kami berharap kelompok tani lain akan mengikuti. Sejak dulu kami sudah menganjurkan pertanian organik, tetapi banyak yang khawatir hasilnya menurun,” kata Elmi.
Padahal, imbuh Elmi, berdasarkan pengalaman di Indramayu, pertanian organik justru menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding pertanian konvensional.
“Produktivitas pertanian organik bisa mencapai 10 ton per hektare. Selain itu, biaya usaha tani juga lebih rendah dibanding pertanian yang menggunakan pupuk kimia,” ungkapnya.
Pengurangan Pupuk Kimia dan Adaptasi Petani
Secara global, lanjut Elmi, penggunaan pupuk kimia akan dikurangi hingga 50 persen. Oleh karena itu, petani di Kota Cirebon harus mulai beradaptasi dengan penggunaan pupuk organik.
“Kami akan terus melatih petani agar mereka bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik,” tegas Elmi.
Dengan keberhasilan program ini, diharapkan lebih banyak kelompok tani di Kota Cirebon yang beralih ke pertanian organik, sehingga menciptakan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan, sehat, dan menguntungkan.