Siberasi.id – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cirebon telah melaksanakan evaluasi terhadap upaya penertiban dan pelanggaran ketertiban umum (Trantibum) sepanjang tahun 2024.
Kasatpol PP Kota Cirebon, Edi Siswoyo SAP mengungkapkan, hingga Desember 2024, terdapat sejumlah pelanggaran signifikan yang membutuhkan perhatian lebih serius dari berbagai pihak.
Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 9.205 kasus pelanggaran Trantibum di Kota Cirebon hingga November 2024. Jenis pelanggaran terbesar berasal dari peredaran minuman beralkohol yang mencapai 8.818 kasus atau hampir 96% dari total pelanggaran.
Selain Mihol, pelanggaran yang melibatkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT) juga mencatat angka yang cukup tinggi, dengan total 165 kasus sepanjang tahun.
Kategori pelanggaran lainnya meliputi asusila 67 kasus, penertiban pedagang kaki lima 83 kasus, anak sekolah 37 kasus, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) 31 kasus, dan aksi unjuk rasa yang tidak sesuai aturan 4 kasus.
Pada sektor denda paksa, penegakan hukum telah menghasilkan pendapatan sebesar Rp17.126.000. Denda terbesar berasal dari penebangan pohon liar sebesar Rp8 juta, disusul pelanggaran reklame sebesar Rp3.950.000, kemudian tertib susila dengan Rp3 juta, dan pelanggaran lainnya seperti PKL, mihol, serta pelanggaran di kafe.
“Pendapatan denda ini tentu bukanlah tujuan utama, tetapi menjadi indikator bahwa pelanggaran masih marak terjadi,” jelas Edi.
Upaya penertiban selama tahun ini, kata Edi, rutin melaksanakan razia gabungan sebanyak 2 kali dalam sebulan atau hingga November 2014 sudah 22 kali. Fokus utamanya adalah penertiban masyarakat dan razia gabunag dengan TNI-Polri.
“Kemudian, dari kami juga rutin melakukan penertiban PGOT dan PKL. Sama sebulan dua kali dan totalnya 22 kali penertiban. Sehingga jika ditotal hingga November ini sudah ada 44 kali penertiban dan razia gabungan,” jelas Edi.
Secara bulanan, puncak pelanggaran peredaran Mihol terjadi pada bulan Agustus dengan 7.546 kasus, sementara bulan dengan pelanggaran tertinggi untuk PGOT adalah Juli, mencapai 18 kasus.
Masih kata Edi, kasus pelanggaran asusila juga meningkat tajam pada bulan Maret dengan 16 kasus. “Data ini mencerminkan tren musiman yang harus diantisipasi secara strategis oleh Satpol PP,” ungkap Edi.
Meskipun upaya penertiban telah dilakukan secara intensif, Edi mengakui, penanganan pelanggaran Trantibum masih memerlukan kerja sama lintas sektoral. “Kami memerlukan sinergi dengan instansi lain, baik pemerintah daerah, TNI-Polri, maupun masyarakat, untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Melihat tren pelanggaran di tahun ini, lanjut Edi, Satpol PP Kota Cirebon akan terus memberikan edukasi dan menegakan perda dengan pendekatan persuasif kepada masyarakat di tahun 2025.
“Edukasi adalah kunci untuk mengurangi pelanggaran di masa depan. Kami berharap masyarakat lebih memahami pentingnya menjaga ketertiban umum demi kenyamanan bersama,” tutup Edi.
Evaluasi ini menjadi bahan refleksi bagi Kota Cirebon untuk terus memperbaiki sistem penertiban Trantibum di masa mendatang. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan kota yang lebih tertib, aman, dan nyaman bagi semua pihak.