Siberasi.id – Semua harus diterima dengan sabar dan ikhlas. Segala yang terjadi merupakan ketetapan Allah Taala. Hal ini selalu ditanamkan dalam hati dan pikiran seorang Titik Zarkasyi (45), jemaah haji kelompok terbang (kloter) 47 Embarkasi Solo (SOC 47) asal Yogyakarta.
“Apapun yang terjadi, saya ikhlaskan, lillaahi ta’aala. Karena saya percaya ada Allah yang mengaturnya. Saya juga percaya ada kado indah dari Allah di balik setiap ujian,” ucapnya menerawang mengingat cobaan yang datang saat ia akan berangkat ke Tanah Suci, seperti dikutip dari laman resmi Kemenag RI, Selasa (2/7/2024).
Ia bercerita bahwa satu tahun terakhir ini ia terkena penyakit syaraf kejepit yang ketika kambuh menyebabkannya tidak bisa berjalan. Mbak Titik, biasa ia disapa, mengatakan bahwa sejak 12 tahun lalu suaminya mendaftar haji. Seharusnya, dia berangkat pada 2020. “Tapi takdir berkata lain, suami meninggal dunia akibat Covid-19 dan memang tidak ada pemberangkatan haji di tahun itu,” tuturnya.
Saat akan menarik biaya haji sang suami, ada kebijakan untuk pelimpahan porsi. Dia lalu niatkan untuk dirinya berangkat membadalkan haji sang suami. Sebab, Mbak Titik sudah berhaji pada 2010. Mendapat kesempatan berangkat tahun ini. Mbak Titik sempat ingin membatalkan. Kondisi sakita yang diderita membuatnya kesulitan bergerak bebas. Namun akhirnya dia putuskan berangkat.
“Alhamdulillah takdir Allah juga, saudara kandung saya satu-satunya, masuk juga dalam kloter (kelompok terbang) yang sama dengan saya. Jadi saya termotivasi,” tambahnya.
Sepuluh hari jelang keberangkatan, Mbak Titik mengaku telapak tangannya mengalami kebas. Dokter merekomendasikan agar lansung dilakukan operasi. Kata dokter itu tidak bisa ditunda.
“Belum kering luka operasi, saya sudah harus berangkat. Saat keberangkatan menuju ke Tanah Suci saya tidak bisa berjalan, sedih sudah pasti. Tapi saya tetap berhusnuzan (prasangka baik) kepada Allah,” kenangnya.
“Langsung Allah kasih waktu saya untuk beristirahat memulihkan kondisi sambil terus melangitkan doa agar dimudahkan. Sebab, pesawat kami mengalami delay (penundaan) di Embarkasi Solo selama tiga hari. Sehingga kami disiapkan beristirahat di Asrama Haji Donohudan Solo, delay usai, saya sudah bisa berjalan lagi,” ceritanya.
“Allah yang mampukan saya melakukan prosesi badal haji. Saya dapat melakukan tawaf dan sai termasuk melontar jumrah. Saya kerjakan sendiri dengan niat membadalkan suami,” lanjutnya.
Selama melakukan rangkaian ibadah haji, Mbak Titik dibantu tongkat penyanggah untuk menopang tubuhnya. Padahal, itu juga berisiko karena bekas operasi di telapak tangannya belum kering.
“Saya berkeyakinan, Allah pasti mudahkan saya. Saya bahagia dapat berhaji. Betapa Maha segalanya Allah dengan kado indah-Nya buat saya. Apalagi fasilitas yang jemaah haji rasakan sangat baik, seolah seperti paket haji khusus. Hotel yang saya termpati selama di Makkah dan di Madinah tidak terlalu jauh dari Masjidil Haram dan Nabawi. Sehingga memudahkan saya untuk mobile, bolak balik ibadah ke masjid,” tuturnya.
Titik menambahkan, makanan yang disediakan juga berlimpah banyak, termasuk ketika puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). “Saya mendapatkan kenikmatan dengan fasilitas yang menurut saya terbaik semuanya, tidak mengecewakan. Kalaupun ada sedikit kekurangan, lumrah dan manusiawi,” paparnya.
“Semoga penyelenggaraan haji selalu baik dan lancar setiap tahunnya,” harapnya.